Kamis, 15 Maret 2012

Islam Kiri


Makrufi Muhammad

PROGRAM PASCASARJA
INSTITUT AGAMA ISLAM NURUL JADID

ISLAM KIRI
(Pemikiran Hasan Hanafi)


A.     PENDAHULUAN
Ketika mendengar kata kiri, tentunya kita diingatkan  akan muncul lawan katanya yakni kanan. Kiri dan Kanan diberbagai lapangan kehidupan merupakan kenyataan yang tidak bisa dinafikan. Di arena politik misalnya, dua kata itu selalu mengemuka menjadi dua kutub yang berseberangan. Di bidang ilmu sosial maupun kehidupan keseharian, dua kata itu sering tampil sebagai dua kekuatan yang berlawanan.
 Ketika kata Kiri digabung dengan kata Islam, menurut Hasan Hanafi adalah Islam ditinjau dari segi pemikirannya bukan dari ajaran kemanusiaan-universalnya. Pemikian Hasan Hanafi tergolong multilintas dan merupak ciri khas gagasannya. Begitu juga dari aspek pembelaan atas pemikiran Islam yang dianggap terpinggirkan. Beliau tergolong pemikir yang anti kemapanan, ia selalu berada digaris minoritas, kalau tidak tergolong melawan arus.
Pemikirannya beranjak dari ajaran yang paling mendasar dalam Islam yakni Tauhid. Menurutnya, hal pertama dan utama yang dilakukan untuk membangun kembali peradaban Islam adalah pembangunan kembali semangat Tauhid. Sebab Tauhid merupakan asal seluruh pengetahuan. Menurutnya Islam bukan berarti tunduk atau menghamba, melainkan lebih merupakan revolusi transendental terhadap struktur kesadaran individu, tatanan sosial dan sejarah dinamis.
Corak pemikirannya dianggap baru wacana kontemporer, walaupun Hasan Hanafi sendiri menggagas sudah cukup lama . Sesuai dengan karyanya yang berjudul Kiri Islam diterbitkan pertama kali melalui sebuah jurnal Islam dengan judul yang sama tahun 1981.1
Pemikirannya itulah yang menjadi perbincangan banyak kalangan terpelajar. perdebatan yang muncul  ada yang mendukung dan tidak sedikit yang mengkritik atau paling tidak menggugat keabsahan istilah yang digunakan Hasan Hanafi yakni Kiri Islam sebagai suatu identifikasi kesahihan Islam. Misalnya dalam pembahasan terminologi teologi, Asy’ariyah sebagai Teologi ”Kanan” karena bertumpu pada kemapanan dan penindasan rasionalitas, maka mu’tazilah adalah ”Kiri” karena berada pada jalur tertindas dan terkikis, akibat menegakkan rasionalitas. Dalam syariat Islam (mazhab Fiqh) yang berupaya membekukan hukum dan taklid merupakan model kemapanan sekaligus penindasan ijtihad dianggap ”Kanan”, sementara kelompok tertindas yang menggeliat menuntut hak serta memperjuangkan nasib kerakyatan dianggap kiri.
Upaya mengembangkan pendekatan nilai modernisme ”Kiri” yang dimaksud Hasan Hanafi akan selalu bercorak membawa kemajuan, program dan dinamis. Sementara ”Kanan” berarti kejenuhan, kebekuhan dan apatis statis dengan persepsi ini Hasan Hanafi berusaha menegakkan khasanah wawasan kajian Islam.
Sebagai solusi dari kajian ”kiri Islam”, Hasan Hanafi ingin sekali mendobrak sekat-sekat parsial dari semua aspek-aspek yang saling berkontradiksi dalam wacana-wacana itu, sehinga Islam difahami dalam konteks Ilahiyah yang universal, satu dalam tauhid, syariat dan amaliah Islam.
Pembahasan makalah yang mengusung Islam Kanan Islam Kiri yang merupakan hasil fikiran Hasan Hanafi ini, tidak akan membahas secara keseluruhan, akan tetapi hanya membahas sedikit pemikiran Hasan Hanafi mengenai Islam Kiri saja. Karena pemikiran Hasan Hanafi hanya membahas Islam kiri. Makalah ini disusun oleh Oleh: Yus Shofiatus Sholihah.
B.     PEMBAHASAN
1.   Biografi  Hasan Hanafi
Hasan Hanafi lahir di Kairo, ibu kota Republik Arab Mesir, pada tanggal 13 februari 1935.2  Keluarganya berasal dari propinsi Bani Swaif, salah satu propinsi di Mesir Selatan, kemudian pindah ke Kairo. Kakeknya berasal dari al Maghribi (Maroko) dan neneknya berasal dari kabilah Bani Mur. Gamal Abdul Nasser berasal dari kabilah itu. Jadi Hasan Hanafi masih keluarga dengan Gamal Abdul Nasser.
Pada usia sekitar Lima tahun, Hanafi mulai menghafal Alquran dibawah bimbingan Syaikh Sayyid. Pendidikan dasarnya ditempuh di Madrasah Sulaiman Ghawish. Kemudian melanjutkan ke sekolah pendidikan guru Al Mu’alimin, namun memasuki tahun terakhir ia ikut kakaknya ke sekolah Silahdar di komplek Al-Hakim bi Amrillah. Disitu Hanafi banyak mempelajari bahasa asing, Pendidikan menengah atasnya ditempuh Hanafi di sekolah menengah Khalil Agha.3
Gelar kesarjanaannya diraih di Universitas Kairo Fakultas Sastra jurusan Filsafat. Setelah itu pergi ke Prancis untuk memperdalam filsafat di Universitas Sarbonne dengan spesialis Filsafat Barat Modern dan Pra-Modern. Selama kurang lebih sepuluh tahun tinggal di Prancis, yang merupakan negara tempat para orientalis berada. Dalam rentang waktu tersebut, tradisi pemikiran keilmuan Barat dikuasainya.
Di Prancis Hanafi sempat mengikuti kursus musik disalah satu sekolah tinggi musik di Paris. Begitu seriusnya ia menekuni bidang itu sampai-sampai ia pernah bercerita menjadi musisi dan komponis dunia. Pagi hari ia kursus musik, siangnya kuliah dan sore hari ia gunakan untuk membaca atau mencipta suatu simponi musik. Dengan kesibukannya itu,  setelah dua tahun ia terserang penyakit TBC akibat kelelahan. Dokter menyarankan untuk menentukan pilihan antara musik dan filsafat. Hanafi akhirnya memilih filsafat.
Hasan Hanafi menyusun disertasi yang berjudul Essai sur la methode d’Exegese (Esei Tentang Metode Penafsiran). Disertasi setebal 900 halaman tersebut memperoleh penghargaan untuk penulisan karya ilmiah terbaik di Mesir pada tahun 1961.4 Karya yang sangat tebal tersebut merupakan usaha Hasan Hanafi dalam menghadapkan ilmu filsafat hukum Islam kepada filsafat yang modern.
Penghargaan internasionalnya sebagai pemikir ternama, menjadikan Hasan Hanafi memperoleh beberapa jabatan guru besar luar biasa di berbagai perguruan tinggi di luar Mesir. Seperti di perancis  menjadi profesor tamu (1969), mengajar di  Belgia (1970), Amerika Serikat (1971), Kuwait (1979), Maroko (1982-1984), Jepang (1984-1985) dan Uni Emirat Arab (1985).
Setelah kembali ke Mesir, ia membawa agenda besar yang                        diberi nama  Al Turats wa al-Tajdid.  Selain itu sambil  mengajar di Fakultas Sastra jurusan Filsafat Universitas Kairo, doktor muda itu meleburkan diri kedalam proses pemikiran-pemikiran Pan-Arabik secara langsung. Akan tetapi awalnya kajian-kajiannya bersifat ilmiah  murni tidak bermuatan ideologis.5 tapi pada akhhirnya ia berbicara tentang keharusan bagi Islam untuk mengembangkan wawasan kehidupan dengan dimensi pembebasan
2.   Pengertian Islam Kiri
Istilah Kanan dan Kiri diambil dari konteks struktur sosial, dimana terdapat dua kelas sosial yang saling berlawanan. Kelas Kananyakni kelas elit yang menguasai sarana produksi dan perangkat kekuasaan politik, berupaya mengeksploitasi kelas lain yang mayoritas. Salah satu cara eksploitasi itu adalah lewat pemikiran keagamaan yaitu dengan menafsirkan agama sejalan dengan kepentingan kelas elit minoritas.
Sedangkan kelas Kiri adalah kelas  bawah, miskin, lemah, tertindas, menderita, orang-orang yang tidak diperhitungkan, kelompok yang termarjinalkan. Kiri Islam lahir untuk menyuarakan jeritan dan kepentingan serta hak-hak mereka yang secara kuantitas adalah mayoritas umat. Kiri Islam tampil untuk membela kepentingan umat yang mayoritas, untuk mengambil hak-hak kaum miskin dari kaum kaya, membela kaum lemah dalam menghadapi kaum kuat serta menjadikan umat mansusia sejajar.
Pembahasan Islam Kiri atau Kiri Islam, menurut Hasan Hanafi tidak terletak pada ajaran kemanusiaan-universal tetapi mengenai pemikiran Islam berikut produk-produknya, termasuk produk pemikiran klasik yang biasa disebut turats dalam perilaku umat Islam, penguasa, rakyat dan kaum intelektualnya-sepanjang sejarah mereka.
Kiri Islam bertopang pada tiga pilar dalam rangka mewujudkan kebangkitan Islam, revolusi Islam dan kesatuan umat. Pertama, khazanah Islam klasik. Kedua, perlunya menantang peradaban Barat. Ketiga, analisis terhadap realitas dunia Islam. Pada analisis Hanafi mengkritik metode tradisional yang bertumpu pada teks(nash) dan mengusulkan suatu metode tertentu agar realitas dunia Islam dapat berbicara bagi dirinya sendiri.
3.   Pendekatan Sosialisme
Pendekatan yang digunakan oleh Hasan Hanafi dalam memunculkan Islam Kiri memakai pendekatan Sosialisme. Sosialisme berarti teori politik dan ekonomi yang menganjurkan hak milik umum serta manajeman alat-alat pokok untuk produksi , distribusi dan pertukaran dagang6 Columbia Elektronik Enciclopedia, menyebutkan bahwa sosialisme adalah sebuah istilah umum teori politik dan ekonomi ang membina sebuah sistem kepemilikan bersama atau pemerintah, dalam pengurusan alat-alat produksi dan pengoprasian barang7.
Dalam pengertian yang lebih luas, sosialisme sering digunakan untuk menggambarkan secara lepas teori-teori ekonomi, mulai dari teori yang mengatakan bahwa hanya hal-hal yang bersangkutan dengan kepentingan umum dan sumber daya alam yang harus dikuasai negara sampai dengan teori yang menyebutkan bahwa negara harus bertanggung jawab kepada semua permasalah ekonomi8
Awal sosialisme merupakan derivasi (asal mula) dari filsafat Plato, ajaran nabi-nabi Yahudi dan beberapa ajaran dari kitab Perjanjian Baru, namun ideologi
sosialis modern secara esensia merupakan produk gabungan dari peristiwa Revolusi Prancis 1789 an Revolusi Industri di Inggris. Sedangkan istilah sosialis sendiri pertama kali muncul dalam sebuah jurnal Inggris pada tahun 1827 (awal abad 19).
Revolusi Prancis dan Revolusi Industri di Ingris ini memicu berdirinya pmerintahan demokratik Prancis dan ekspansi ekoomi besar-besaran di Inggris serta memunculkan terjadinya konflik antara golongan masyarakat pemilik modal dan tumbuh kembangnya kelas pekerja industri. Sejak saat itu kaum sosialis berusaha untuk memperjuangkan eliminasi (peniadaan) yang ada atau paling tidak menengahi konflik yang terjadi.
Pemikir pertama yang mungkin dapat dijuluki sosialis adalah Francois Noel Babeuf. Karena gerakan sosialis yang pertama kali muncul di Prancis setelah revolusi adalah gerakan yang dipimpin oleh Francois Babeuf, Filippo Buonarrotti dan Louis Aunguste Blanqui. Mereka meyakini akan kemunkinan perdamaian dan transformasi gradual menuju sebuah masyarakat sosialis dengan mendirikan komunitas eksperimental, akan tetapi kemidian para pemikir sosialis berikutnya menyebutkan dengan labe1 utopia9.
Setelah Francius Babeuf ini ternyata lebih moderat, dalam arti tidak terlalu mengetengahkan pertentangan kelas dan perjuangan kekerasan tetapi lebih mengetengahkan kerjasama. Charles Fourier dan Robert Owen lebih percaya bahwa kmunitas kolektif kecil yang harus banyak berperan, karena itu kemudian muncul perkampungan komunitas dibeberapa tempat di Eropa dan Amerika Serikat, seperti: New Harmoni (Indiana) dan Brook Farm.
Sosialisme memiliki dua corak yang berbeda, yaitu sosialisme ilmiah dan sosialisme relegius. Sosialisme ilmiah tidak berdasarkan harapan dan tuntutan belaka, melainkan analaisis ilmiah erhadap hukum perkembangan masyarakat. Sedangkan sosialis relegius muncul sebagai sintesis atas kelemahan-kelemahan yang diakibatkan sebagai sistem kapitalis dan sistem sosialis Marxis. Yang ini juga disebut sebagai sosialisme Islam.
Para Tokoh Sosialisme
Banyak orang yang mempunyai keinginan untuk menjadikan dunia lebih baik. Sebagian orang mengatakan sebagai kaum sosialis. Orang-orang seperti disepanjang sejarah selalu ada, seperti Musa, Yesus, Plato, Maimonedes dan lainnya11.
Sedangkan actor utam yang mempelopori ajaran sosialisme adalah Karl Marx (1818-1883). Menurutnya bahwa sosialisme, peghapusan hak milik pribadi, bukan sekedar tuntutan etis melainkan keniscayaan obyektif. Mark mengklaim bahwa ia menemukan hukum yang mengatur perkembangan masyarakat dan sejarah. Hukum itu adalah prioritas bidang ekonomi. Karena itu Marx menyebut anggapannya pandangan sejarah yang materialistik12.
Pemikir sosialis Barat lainnya adalah Comte de Saint-Simon, Charles Fourier dan Ftienne Cabet. Mark dengan Weber merupakan tokoh terkenal dan sejalan dalam diskusi mengenai apapun, akan tetapi bila menyangkut masalah metodologi dan filosofi ilmu pengetahuan mereka mengalami perbedaan, dan perbedaan tersebu begitu menyolok sehingga tidak memungkinkan mendamaikan pemikiran dialektis Mark dengan sosiologi interpretatif Weber.13
Pendekatan sosialisme perhatiannya mengarah pada interaksi antara agama dan masyarakat. Akan tetapi untuk pendekatan agama ada sendiri. Teoritisasi sosiologi, menggunakan paradigma dan konseptualisasi analogis tentang dunia sosial yang didasarkan pada tradisi sosiologis maupun refleksi atas data empiris. Data empiris diperoleh melalui investigasi historis dan penelitian sosial kontemporer.
4.   Tauhid
Sewaktu Islam dipancangkan sebagai agama yang mengatur aspek spiritual, sebagaimana agama-agama lain, Tauhid sering dipahami sebagai “Keesaan Tuhan”. Oleh karena itu jalan terbaik untuk memahami Tauhid adalah dengan mengartikannya sebagai ”penyatuan”. Ketika gagasan ini dikembalikan pada bidang ketuhanan maka akan berarti mengesakan hanya pada satu tuhan”.14 Sebagaimana diketahui bersama, Islam mencakup bidang-bidang keduniawian, mental sekaligus ketuhanan. Dengan demikian bagaimana tauhid berfungsi dalam pemikiran muslim dalam lembaga-lembaga sosial politik Islam dan dalam peradaban.
Dalam tauhid secara logis dapat ditarik pengertian bahwa penciptaan Tuhan adalah Esa. Ia menolak segala bentuk diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, kelas, garis keturunan, kekayaan dan kekuasaan. Menempatkan manusia dalam kesamaan. Jadi jelaslah bahwa seluruh aspek kehidupan sosial Islam harus diintegrasikan kedalam jaringan relasional Islam. Jaringan ini pandangan dunia tauhid yang mencakup aspek-aspek keagamaan dan keduniawian, spiritual, material, sosial dan individual. Dalam hal ini Hasan Hanafi menguji jaringan relasional Islam melalui ibadah (rukun Islam).
1.       Syahadat adalah persaksian seorang muslim. Mereka bersaksi “Tidak ada Tuhan melainkan Allah, Tuhan Yang Esa dan Muhammad adalah utusan Allah”. Pada penggalan pertama politeisme diingkari. Muslim menyatakan tauhid merupakan jaringan relasional Islam. Penggalan kedua, muslim mengakui Al-quran diturunkan kepada manusia melalui perantara Muhammad. Ini merupakan bentuk jaringan relasional Islam.
2.       Shalat. Adalah dialog spiritual langsung seorang muslim kepada Tuhan, hal ini tidak hanya aspek spiritual saja tapi ada gerakan yang menuju olah fisik, menghadap kiblat dan tepat waktu berarti melatih solidaritas, wudhu dan ghusl menyangkut kebersihan badan dan konstruksi masjid yang mencakup aspek sosial.
3.       Puasa. Tidak hanya aspek mentalitas saja, tapi cara puasa merupakan pelatihan solidaritas sosial (merasakan penderitaan orang yang kelaparan). Puasa  dikerjakan pada bulan Rhamadhan secara serentak oleh umat Islam menunjukkan gerakan sosial dan wujud persatuan  bagi umat Islam.
4.       Zakat, dilihat secara vertikal merupakan aspek spiritual dan zakat yang merupakan shadaqah untuk kaum fakir, miskin, gharim, sabilillah merupakan aspek sosial  dan ketika sudah eksis di masyarakat berkembang menjadi aspek ekonomi.
5.       Haji. Ibadah haji merupakan suatu ibadah yang dilaksanakan dalam aksi-aksi nyata baik secara individu maupun sosial, oleh karena itu disebut sebuah peristiwa konferensi.
  Menurut Hasan Hanafi, dalam lima kewajiban itu terlihat bahwa masalah yang bersifat spiritual juga bersifat material, aksi yang duniawi juga agamawi, yang individual ssekaligus sosial. Dapat dikatakan bahwa jaringan relasional Islam yang tampak adalah didasarkan pada pandangan dunia Tauhid. Kehidupan muslim adalah kehidupan yang pasti dan dalam kehidupan itu dibutuhkan lembaga ekonomi, politik, sosial dan kultural.                             
Sepanjang semangat Islam atau pandangan dunia Tauhid menegaskan universalitasnya, maka cita-cita Islam akan sempurna.
5.   Teologi Pembebasan
Kedatangan Islam membawa suatu gerakan revolusioner di dalam panggung sejarah kehidupan manusia, baik dalam tatanan teologi maupun dalam tatanan sosial atau ekonomi. Namun demikian menurut Hasan Hanafi setelah Nabi Muhammad meninggal, Islam seperti kehilangan daya revolusioner. Perebutan kekuasaan dengan orientasi pada kepentingan pribadi, berlangsung silih berganti sehingga muncullah orang-orang yang menginginkan status quo.[15]
Hasan Hanafi mengembangkan pemikiran teologi pembebasan dalam kerangka pemikiran Kiri Islam. Dasar pemikirannya muncul dari reaksi terhadap program modernisasi di negara-negara Islam. Berikut penilaian Hasan Hanafi, modernisasi cenderung terkait dengan kekuasaan, kecenderungan liberal berkembang sebelum berlangsungnya revolusi Arab, adanya gejala-gejala revolusoi nasional yang menimbulkan perubahan mendasar didalam struktur sosial budaya.
Sekarang ini agama apapun, dihadapkan pada tantangan-tantangan berupa relevansi sosial. Jika suatu agama kehilangan relevansi sosial, maka agama tersebut pelan-pelan akan pudar. Untuk itu dicarikan jalan keluar atas krisis kemanusiaan.  Menurut  Amin Rais ada lima macam krisis kemanusiaan:
-         Tatanan etika dan moral  manusia modern mengalami penjungkirbalikan yang   luar biasa.
-         Adanya kesenjangan sosial antara golongan kaya dengan kelompok miskin.
-         Adanya ketimpangan pendidikan.
-         Suasana kehidupan global dan nasional yang bersifat Hobessian (yang kuat memeras yang lemah).
-         Adanya kerusakan ekologi akibat ulah manusia.
Bagi Hanafi untuk memfungsikan teologi menjadi ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi masa kini, yaitu dengan melakukan rekonstruksi dan revisi, serta memangun kembali epistimologi baru yang shahih dan signifikan. Tujuan rekonstruksi teologi Hanafi adalah menjadikan teologi tidak skedar menjadi dogma-dogma keagamaan yang kososng melainkan menjelma sebagai ilmu tentang perjuangan sosial. Ilmu yang menjadikan keimanan-keimanan tradisional berfungsi secara aktual sekaligus sebagai landasan etik dan motivasi tindakan manusia.
Rekonstruksi teologi bagi Hanafi adalah salah satu cara yang mesti ditempuh jika teologi diharapkan dapat mmberikan sumbangan yang kongkrit bagi sejarah kemanusiaan. Kepentingan rekonstruksi itu pada tahap awal adalah untuk mentransformasi teologi menuju antropologi, menjadikan teologi sebagai wacana tentang kemanusiaan, baik secara eksistensi, kognitif maupun kesejarahan.
Teologi Islam adalah teologi yang membumi dalam makna bahwa, ia mesti sanggup menjawab tantangan, dinamika dan problematika seluruh kehidupan manusia. Problematika yang muncul ketika realitas umat masih diliputi penjajahan, ketakutan, kemiskinan, ketimpangan, intimidasi, konservativisme, pembaratan, kebodohan, kehilangan rasa percaya diri dan kreatifitas, perpecahan dan sederet predikat tidak sedap lainnya. Ketika realitas umat seperti itu, maka kita dituntut untuk menjadikan predikat-predikat tidak sedap itu sebagai tema-tema utama ilmu Ushuluddin. Hal itu berarti mengharuskan adanya rekonstruksi ilmu Tauhid, dari pola lama menjadi tauhid modern yang dihadapkan langsung dengan realitas umat.foot
Langkah-langkah rekonstruktif itu dapat dilakukan sebagai berikut:
Pertama, membngun suatu kerangka ideologi yang mempunyai karakteristik yang jelas ditengah pergumulan bebagai ideologi yang ada di muka  bumi ini. Langkah itu dilakukan dengan mengadakan transformasi sosial(al-Taghyir al-Ijtima’i) sambil tetap menjaga kesinambungan masa kini dengan masa lalu. Dengan cara itu berarti ilmu Tauhid telah membangun kerangka teoritis bagi upaya orientasi dan transformasi sosial. Selain itu berarti pula bahwa ilmu tauhid telah menjembatani kesenjangan antara “kehampaan teoritis” dengan ”kebekuan amali” dalam kehidupan umat masa kini. Namun langkah itupun menuntut pembentukan kaidah-kaidah praktis yang diambil dari muatan-muatan realitas , baik yang bersifat materi maupun maknawi. Hal itu dengan sendirinya akan memunculkan tema-tema teologis baru, seperti: Teologi Revolusi, Teologi Pembebasan, Teologi Pembangunan, Teologi Transformasi sosial. Itu semua merupakan risalah (misi) tauhid.
Kedua, penegasan bahwa ilmu tauhid corak baru ini tidak hanya mempunyai fungsi teoritis tetapi juga mempunyai fungsi praktis. Tujuannya untuk mewujudkan suatu ideologi secara nyata sebagai suatu gerakan dalam bentang sejarah, setelah dilakukan pemberdayaan umat lewat reorientasi pemahaman tauhid umat. Fungsi-fungsi amaliahnya adalah berupa penghapusan penjajahan secara langsung atau tidak atas negara-negara muslim. Penghapusan segala bentuk penindasan yang tercermin malalui banyaknya jumlah napol. Mempersatukan umat yang terpecah-belah, menghilangkan batas-batas palsu buata colonial.
Ketiga, setelah penegasan dan integrasi  fungsi tauhid diatas, perlu langkah praktis berikutnya yaitu tawhid (mempersatukan) dan integarsi seluruh dunia Islam (al-Alam al- Islami) hingga melampaui batas-batas territorial dan geografis mereka. Hal itu dimaksudkan untuk menegaskan kasatuan dunia Islam dalam segala aspek (pemikiran, pergerrakan, hukum, ideologi dan sebagainya) terlepas  dari keragaman bahasa bahasa, etnis dan bangsa. Kasamaan,  budaya, sejarah peradaban dan tantangan dunia Islam adalah lebih besar ketimbang batas-batas Negara dan editorial mereka. Kesamaan itu dapat menjadi perekat diantara mereka dalam menyatukan langkah untuk membangun kembali peradaban dan megembalikan kembali dunia ke tangan mereka.
6.   Reaktualisasi Khasanah Keilmuan Islam
Kiri Islam merupakan kelanjutan dari Al-Urwah al-Wutska dan Al-Manar. Kiri Islam berakar pada dimensi revolusioner  dari khazanah intelektual lama. Oleh karena itu, rekontruksi, pengembangan dan pemurnian khazanah lama itu sangat penting  dilakukan.   Khazanah klasik terdiri dari  tiga macam ilmu pengetauan, yaitu ilmu-ilmu normatif rasional, misalnya ilmu ushuludin, ushul fiqih dan tasawuf. Ilmu-ilmu rasional, ilmu matematika, astronomi, kedokteran dan fisika. Ilmu-ilmu normatif tradisional, misalnya ilmu Al-Quran, ilmu hadits, ilmu fiqih dan tafsir.
Kiri Islam juga berupaya merekonstruksi khasanah klasik islam. Tujuanya untuk membangun kembali paradigm ilmu pengetauan islam. Cara-cara yang ditempuh dalam upaya ini antara lain:
a.     Membuat formulasi yang tepat untuk mengidentifikasi cabang-cabang ilmu pengetahuan yang mugkin diperoleh dari teks-teks agama dengan cara pemahaman lewat hipotesa dan uji coba empiris terhadap nas-nas yang pengertian lahirnya jelas (muhkamah) atau lewat penaffsiran linguistik atas nas-nas yang pengertian lahirnya tidak jelas (mutasyabi). Penafsiran model itu dilakukansambil memperhatikan konteks serta situasi waktu yang menjadi sebab turunya teks-teks tersebut. Upaya semacam ini dinamakan logika tafsir atau hermeneutik. Hermeneutik merupakan salah satu tema penting dalam pemikiran Hasan Hanafi. Bahkan ia menjadi bagian integral dari wacana pemikirannya baik dalam filsafat maupun teologi untuk memahami suatu teks.
b.     Menunjukasan proses kerja akal yang menentukan karakteristik fenomena pemikiran yang berada dibalik wujud ilmu pengetauan klasik. Proses ini merupakan suatu aktivitas akal yang terdapat pada setiap peradaban yang bersumber dari wahyu. Dengan pengetahuan ini dapat merekonstruksi ilmu-ilmu klasik (turats) menjadi ilmu-ilmu baru yang sejalan dengan perkembangan masa kini. Sambil tetap melestarikan semangat yang dikandung oleh turats-turats yang direkonstruksi tersebut, menurut Hasan Hanafi disebut ”logika Fenomena”.
c.        Memilih unsur-unsur mana yang positif dan mana yang negatif dalam setiap cabang ilmu pengetahuan, seraya memahami kerangka teoritis yang dikandung masing-masing unsur. Unsur negatifpun mesti dipelajari, sejauh mana perbedaan antara yang satu dengan yang lain. Jika telah diketahui mana yang positif mana yang negatif, kemudian diambil unsur positifnya. Cara semacam itu diberi nama ”logika Penilaian”.   Hasan hanafi untuk membangun pemikiranya dengan cara memilih pemikiran suatu madzhab seperti kecenderungan kepada teologi muktazilah, filsafat Ibnu Rusyd dan fiqih Hanafi. Pemilian terhadap model-model pemikiran tersebut diorientasikan   kedalam  kerangka pembagunan ideologi gerakan yang transformatif (berubah-ubah bentuknya).8
d.     Mentransformasikan semua kerangka teoritis yang telah disebutkan dahulu, yang sebelumnya telah dikritisi dan disarikan sejalan dengan kerangka teoritis modern agar memuat dimensi-dimensi baru, baik dalam aspek kebahasaannya maupun dalam hal kemampuannya, dalam menyikapi dan menganalisis persoalan-persoalan baru serta dalam kemampuannya memberi materi-materi pemikiran bagi realitas baru yang berkembang. Yang deikian disebut ”logika Pembaruan”
Reaktualisasi tradisi keilmuan islam berarti menghidupkan kembali tradisi keilmuan islam. Hasan hanafi menganggap bahwa turats mempunyai tanggung jawab moral sebagai pemacu kelangsungan proses pembaharuan. Turats bukanlah museum pemikiran yang dapat kita banggakan tetapi merupakan suatu teori untuk aksi dan membimbing moral untuk manusia dan alam sekitar. Turats bukanlah materi yang tersimpan didalam perpustakaan tetapi sesuatu yang tersimpan dalam diri masyarakat. Dengan demikian reaktualisasi turats keilmuan islam yang dimaksud hasan hanafi sebagai reaktualisasi untuk mengkonfrontasikan ancaman-ancaman baru yang datang kedunia dengan menggunakan konsep yang terpelihara murni dalam sejarah.
Proyek Al-Turats wa Al-Tajdid merupakan kerangka umum pemikiran saja, pada tahap selanjutnya, Hanafi berusaha menyentuh fokus persoalan.9             Dalam bidang ilmu ushuludin, kiri islam cenderung kepada muktazilah yang mengedepankan rasionalisme naturalisme dan kebebasan manusia.                     Pada ilmu fiqih dan ushul fiqih mengikuti Maliki karena ia menggunakan pendekatan kemaslahatan (massalah mursalah) serta membela kepentingan orang Islam. Dan pada bidang filsafat mengikuti Ibnu Rusdy.                                           Ia menghindari iluminasi dan metafisika dengan mendayakan rasio untuk menganalisis hukum alam.
Manusia bebas dan bertanggung jawab atas segala perbuatannya, ia mempunyai kekuatan menentukan, baik sebelum maupun ketika bertindak. Akal mampu menilai baik dan buruk karena keduanya adalah sesuatu yang obyektif dan terwujud dalam perbuatan. Dunia berjalan menuju kebaikan dan membutuhkan reformasi. Pahala tergantunga pada perbuatan dan disertai iman.
 Kiri Islam menolak tasawuf yang menyebabkan gerakan anti kemewahan, arogansi, gila kekuasaan dan kompetensi duniawi. Islam kemudian berubah  dari suatu gerakan horisontal dalam sejarah menjadi gerakan vertikal   yang keluar dari kehidupan dunia, Islam yang semula milik seluruh umat Islam tiba-tiba menjadi Islam yang eksklusif milik kaum sufi jamaah tarekat.10 Dalam kondisi krisis seperti itu tidak ada yang mencoba melepaskan diri. ’kesabaran’ telah membuat diam dalam segala hal. ’Ridho’telah membiarkan semuanya. ‘tawakal’ membuat mengabaikan antisispasi masa depan. Manunggal dengan Tuhan telah menenggelamkan dalam ilusi. Padahal kenyataannya berbeda sama sekali. Bumi kita telah dirampas oleh orang lain, milik kita telah direbut oleh penguasa. Oleh karena itu yang seharusnya dilakukan adalah berkarya dan berjuang menegakkan misi kemanusiaan. Sedangkan ’manunggal’ adalah menerapkan syariat dan hukum Allah dan membumikan wahyu ke dalam tatanan dunia secara aktif melalui gerakan kaum muslim dalam gerak sejarah.
7.   Kiri Islam dan Peradaban Barat
Kiri Islam hadir untuk menantang dan menggantikan kedudukan barat. Jika Al-Afghani memperingatkan tentang imperialisme militer, maka Kiri Islam pada awal abad ini telah menghadapi ancaman imperialisme ekonomi, sekaligus mengingatkan akan ancaman imperialisme kebudayaan, imperialisme kebudayaan dilakukan dengan cara menyerang kebudayaan dari dalam, sehingga umat tercabut dari akarnya. Kiri islam memperkuat umat islam dari dalam dan tradisinya sendiri berdiri melawan pembaratan.11
Sebelumnya, peradaban Barat dimulai dari peradaban Yunani yang menyerap dari peradaban-peradaban Timur, seperti Cina, India, Persia dan Mesir. Zaman pertengahan dianggap masa suram dan kemunduran peradaban Barat dan pada saat itu merupakan masa keemasan bagi peradaban Islam pada gelombang pertama. Lima abad berikutnya oleh Barat disebut zaman modern dan dianggap sebagai puncak peradabannya. Dimulai dari rekonstruksi pada abad 14, reformasi agama pada abad 15, kebangkitan abad 16, rasionalisme abad 17, renaissance abad 18, ilmiah abad 19 dan krisis abad 20.12 Pada abad-abad modern Islam mengalami kemunduran. Dan abad 20 sering dianggap sebagai permulaaan kebangkitan Islam gelombang kedua yang dimulai dari rekonstruksi dan reformasi agama kita.
Tugas kiri Islam adalah mendorong peradaban Barat bersama kekuatan militernya kembali ke Barat. Lebih jauh kiri Islam akan melahirkan suatu disiplin ilmu baru, yakni oksidentalisme 13.  Sebagai tandingan terhadap orientalisme.
Penguasaan yang dilakukan oleh Barat terhadap Timur menimbulkan kebencian yang semakin memuncak. Kebencian tersebut tidak hanya diekspresikan sebatas sikap pasif, tetapi berupa usaha-usaha untuk menjawab dan membongkar kepalsuan Barat yang sudah banyak dilakukan, terutama kritik terhadap orientalisme dalam menilai Islam. Menurut Tibawi, orientalisme diciptakan selain sebagai misionaris Kristen juga sebagai penghancur agama Islam dari dalam.14 sSejarah orientalisme adalah merupakan suatu dendam dan niat menguasai  budaya lain yang sebelumya dianggap sebagai ancaman bagi bangsa Barat. Khususnya yang menyangkut dunia Arab-Islam. Sejarah ini bermula dari kajian atas karya-karya ilmiah dan karya budaya kaum Muslim setelah adanya interaksi dan pergantian kuasa wilayah Islam di belahan Barat (Andalusia) kepada kuasa Kristen dan perang Salib di kota-kota suci Islam di daerah Syam dan Palestina.
Mengenai Peradaban Barat, mengalami perkembangan dalam tiga tahapan: pertama,tahap pembangkangan terhadap gereja. kedua, tahap skolastik dan ketiga, tahap modern. Pada tahap pertama ritual keagamaan dan ortodoksi keagamaan (trinitas dan dosa waris) mendapatkan kritik, tahap skolastik adalah masa keemasan peradaban Islam gelombang pertama. Masa ini memperlihatkan kesadaran atas kejumudan dan masuk ke budaya rasionalisme dan penguasaan ilmu pengetahuan. Masa ini banyak karya-karya filsafat dan pengetahuan Islam diterjemahkan dan tersebar keseluruh pelosok sepanyol, Italia dan Turki, zaman modern merupakan permulaan pendewaan rasio dan eksperimentasi ilmiah mampu menguak hukum-hukum alam secara empiris. Walaupun rasionalisme eropa memperoleh kemenangan ternyata juga menyimpan beberapa keretakan, yang selanjutnya menimbulkan reaksi lahirnya anti rasionalisme modern.
Kiri Islam ingin memulai hidup baru yang berintikan wacana reformasi, vitalisasi, pencerahan, kebangkitan, sosial dan revolusi. Dan secara praktis akan selalu memperjuangkan kemerdekaan tanah air dan kedaulatan bangsa-bangsa serta akan mengemas ideologi-ideologi pembebasan untuk umat manusia. Jadi semata-mata bukan berupa perspektif politik terhadap realitas, juga bukan perspektif kultural terhadap masa lampau tapi merupakan pandangan kebudayaan terhadap sejarah bangsa-bangsa yang bertumpu pada analisis ilmiah akademis yang canggih dan mendiagnosa kultur barat dalam rangka membebaskan umat.
8.   Kritik Terhadap Hasan Hanafi
Hasan Hanafi dikategorikan sebagai pemikir Islam revolusioner                 yang   menjadi tulang punggung revolusi Islam Iran dan sebagai   reformis tradisi intelektual Islam klasik yang mirip muhammad Abduh dan  penerus gerakan al-Afghani.  Sebagai seorang pemikir,  Hasan Hanafi hanya membahas  revolusi  dunia  Islam   di Iran serta arah pemikirannya  pada negara arab dan sekitarnya,  tidak sampai pada negara- negara Islam lainnya atau seluruh dunia. Hal ini diantaranya yang menyebabkan Kiri Islam tidak banyak mendapat perhatian dari para intelektual muslim.
Dalam hal ini tugas Kiri Islam adalah memperjuangkan kebebasan dengan segala dimensinya, menegakkan pemerintahan demokrasi  dan mengajarkan bahwa semua manusia mempunyai hak untuk berperan didalam menentukan corak negerinya, tidak perlu ada tuduhan subversi (menggulingkan pemerintahan) serta tidak ada tuduhan penghianat.15
Sebagai seorang pemikir Hasan Hanafi mendapat beberapa kritikan dari orang lain, diantaranya yang disampaikan oleh Kazuo Shimogaki.
·     Dari segi pemikiran Hasan Hanafi dapat didefinisikan pada modernis, tapi tidak seluruhnya benar, terutama karena Hanafi menggunakan analisis fenomenologis yang muncul di barat untuk melawan modernisme. Walaupun ia sudah menyerap modernitas dan praposmodernitas, tapi ia belum merambah pada gerakan pemikiran yang palinga baru di barat yakni posmodernisme. Sehingga pemikiran Hanafi masih pada permukaan.
·     Mengenai istilah Kiri Islam yang digunakam Hasan Hanafi, bukanlah hasil ciptaannya karena pada tahun 1972 A.G Salih sudah menggunakan istilah Kiri Islam    dalam karya tulisnya.
·     Pembahasan mengenai imperialisme kultur. Bahwa sejak dulu hubungan antara dunia barat dengan dunia Islam sudah bergesek bahkan sebelum perang Salib, oleh karena itu di barat citra Islam terkesan negatif, bahkan tidak hanya masalah citra, tetapi sudah merambah pada dunia akademik barat yang akhirnya melahirkan istilah ”orientalisme”.
·     Penilaian terhadap Kiri Islam.
Pada  kenyataanya Hasan Hanafi mengemukakan beberapa permasalahan yang sangat penting dan argumennya tajam. Akan tetapi Kiri Islam tidak mampu mempengaruhi kaum intelektual dan massa di dunia Arab-Islam.

    Kritik yang disampaikan oleh Nurcholish Madjid.
Menyayangkan sikap Hasan Hanafi yang tidak memberikan apresiasi kepada tasawuf. Padahal, kata Cak Nur, masalah hubungan antara kepentingan dan pengetahuan sebetulnya di bahas di dalam tasawuf. Dalam jargon tasawuf, iklas adalah hal syang paling sulit. Sehingga, dalam kitab Al-Hikam, kitab tasawuf  yang paling sederhana diungkapkan bahwa keikhlasan merupakan rahasia antara Tuhan dan manusia. Keikhlasan memang sulit. Dalam Al-Hikam dilukiskan, bahwa seorang sufi besar sekalipun sulit sekali mengikis kecenderungan pamrih atau riya’. Masalah tersebut oleh cak Nur ditransformasikan kedalam ilmu sosial modern, dengan mengatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi secara sosial. Jadi sebetulnya apa yang dikatakan dalam ilmu tasawuf sebagai hawa al nafs (keinginan diri sendiri) adalah wujud dari konstruksi sosial. Karena itu Hasan Hanafi  ingin melihat Islam tidak dari teks tapi dari kenyataan.
PENUTUP
Demikianlah uraian makalah tentang Kiri Islam yang dimunculkan oleh Hasan Hanafi, seorang intelektual muslim dan revolusioner yang menyumbangkan hasil fikirannya untuk mengangkat kaum lemah, tertindas, termarjinalkan dalam dunia Islam agar bisa sejajar dengan yang lainnya.
Dalam pembuatan makalah ini sudah pasti masih jauh dari sempurna, untuk itu pemakalah mengharapkan sumbang saran dari semuanya demi sempurnanya makalah ini.








DAFTAR PUSTAKA
Badruzaman, Abad, Lc. Kiri Islam, Hasan Hanafi, Yogyakarta: PT Tiara Wacana, 2005
Hanafi, Hasan, Oposisi Pasca Tradisi, penerjemah Nahdiyyin, Yogyakarta: Syarikat Indonesia, 2003
Hatsin, Abu MA, Ph.D. Islam dan Humanisme, Yogyakarta: IAIN Wali Songo Semarang,
Hasan Hanafi, Melawan tekstualisasi Tradisi Klasik dan Tekstualisasi Modernistas, Tashwirul Afkar, edisi no: 8, 2000
Maulana, Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, Yogyakarta, Absolut, 2008
Partanto, A. Pius. M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Arkola, 1994
Poerwadarminto, W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984
Rais, Amien M, Tauhid Sosial: Formula Mengempur Kesenjangan, Bandung: Mizan, 1998
Shimogaki, Kazuo Kiri Islam Hasan Hanafi Antara modernisme dan posmodernisme, Yogyakarta: LkiS, 2007, cetakan ke VII
Sosialisme Ilmiah, dalam http: www.prp-Indonesia.org /sosialisme-ilmiah html. Diakses pada 08 Desember 2008
Supriadi, Eko, Sosialisme Islam: pemikiran Ali Syari’ati, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003
Taufik,Ahmad M.Pd. Huda,Dimyati M.Ag. Maunah,Binti M.Ag, Sejarah Pemikiran dan Tokoh Modernisme Islam, Jakarta: PT Grafindo Persada, 2005.
Tauhid, Abdi, Islam sesengguhnya Kiri, dalam http:// www.mail archife.com/indonews@indo-news.com/msg 06528.html diakses pada 08 Desember 2008
Tcokroaminoto, HOS, Islam dan Sosialisme, Jakarta: Bulan Bintang, 1954
Tuner, Briyan S, Sosiologi Islam:Suatu Telaah Analitis atas Tesa Sosiologi Weber, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994




1 Ahmad Taufiq, M Dimyati, Binti Maunah, Sejarah Pemikiran dan Tokoh Modernisme Islam, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2005), h.201
2.Abad Badruzzaman, Kiri Islam Hasan Hanafi, menggugat kemapanan Agama dan politik, (yogyakarta: Tiara Wacana Yogyakarta), h.41


3Ibid, h. 42
 4 Abdurrahman Wahid, Hasan Hanafi dan eksperimentasinya, (yogyakarta: LkiS, 2007) h. ix
5 Ibid, h. xi
 6 Pius A. Partanto, . M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Arkola, 1994
7Sosial dan Islam, http://tehtarikgelasbesar, blogspot.com/2008/10/Sosialisme-dan-Islam.html diakses pada tanggal 08 Desember 2008
8. Ibid,


9Eko Supriyadi, sosialisme Islam: pemikiran Ali Syari’ati, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003) h. 6
11 Adnan, Islam Sosialis: Pemikiran Sistem Ekonomi Sosialis Religius Sjafruddin Prawiranegara, (Jogyakarta: Menera Kudus, 2003) h.55
12 Ibid. Hal. 56
13 Briyan S. Tumer, Sosiologi Islam: Suatu Telaah Analitis atas Tesa Sosiologi Weber (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994) h. 331-332
            14Ahmad Maulana, dkk, Kamus Ilmiah popular, (Yogyakarta: Absolut, 2008) h.89
[15] Ibid, h. 48
16A.H Ridwan, reformasi Intelektual Islam,pemikiran Hasan Hanafi tentang Reaktualisasi Tradisi Keilmuan Islam, (Yogyakarta: Ittaqa Press,1998) h.22
9 Hasan Hanafi, Tashwirul Afkar, (Yogyakarta, LKiS, edisi 8, 2000) h. 89
             10 Kazuo Shimogaki, Kiri Islam……….h.103
11 Ibid, h.136
           12 Ibid, h.137
                   13 Oksidentalisme merupakan ilmu yang mengkaji Barat dan kebaratan dari sudut pandang non-barat, yang muncul pada abad akhir ini dan hanya merupakan gaungan ide yang belum diaplikasikan dalam bentuk ilmu yang mapan.
                   14 Abad Badruzaman, Kiri Islam………… h.93
15 Kazuo Shimogaki, Kiri Islam …….h.162

Tidak ada komentar:

Posting Komentar