ZAKAT FITRAH DENGAN UANG
A.
Diskripsi Makalah
Dewasa ini dunia sudah mulai menggebu yang disebut
dengan era globalisasi atau modern, sehingga banyak kalangan umat Islam
khususnya didaerah perkotaan yang notabene social kehidupanya metropolitan yang
sedikit mengejawantahkan hokum-hukum Islam.
Bukan hanya itu, para Ulama’ juga banyak yang telah
mencetuskan gagasan tentang bagaimana cara mengeluarkann zakat akan tetapi masih
perlu diragukan dan dteliti ulang karena hokum Islam itu harus berdasarkan
ajaran al-quran dan al-hadist,
B.
Rumusan Makalah
1.
Bagaimana hokum zakat fitrah dengan uang
menurut pandangan Islam?
2.
Apa pendapat para Ulama’ tentang zakat
fitrah yang dibayar dengan uang?
C.
Diskripsi Jawaban
1.
Penulis berupaya semaksimal mungkin untuk
mendiskripkan dari sudut pandang islam hokum tentang zakat fitrah yang dibayar
dengan uang secara global
2.
penjelasan pendapat para ulama’ menyikapi
hokum zakat fitrah yang dibayar dengan uang.
D.
Uraian
1.
Argumen Primer
Zakat adalah satu kewajiban dari kewajiban-kewajiban islam,
ia adalah salah satu dari rukun-rukunya, dan termasuk rukun yang terpenting
setelah syahadat dan solat, Kitab dan sunnah serta ijma' telah menunjukan
kewajibanya, barang siapa mengingkari kewajibanya maka ia adalah kafir dan
murtad dari islam harus diminta agar
bertaubat, jika tidak bertaubat dibunuh, dan barang siapa kikir dengan enggan
mengeluarkan zakat atau mengurangi sesuatu derinya maka ia termasuk orang-orang
dzolim yang berhak atas sangsi dari Allah SWT, Allah SWT berfirman:
وَلاَ يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ
يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللّهُ مِن فَضْلِهِ هُوَ خَيْراً لَّهُمْ بَلْ هُوَ
شَرٌّ لَّهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُواْ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلِلّهِ
مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
" Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan
harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa
kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi
mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di
hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di
bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS: Ali-Imron; 180).
Dan dalam sohih Bukhori dari Abu Hurairoh r.a. ia berkata;
Rosulullah saw bersabda:
من آتاه الله مالاً فلم يؤد زكاته مثل
له يوم القيامة شجاعاً أقرع له زبيبتان يُطوقه يوم القيامة ثم يأخذ بلهزمتيه -
يعني شدقيه - يقول أنا مالُك أنا كنزك
" Barang siapa Allah berikan kepadanya harta, lalu ia
tidak menunaikan zakatnya, maka akan ditampilkan dihadapanya pada hari kiamat
seekor ular jantan yang memiliki dua bisa, ia menjulurkan mahkota kepalanya
karena penuh dengan racun bisa, ular itu
memakaikan kalung kepadanya, kemudian memegang kedua tulang rahangnya, kemudian
mengatakan: Aku adalah hartamu, aku adalah harta simpananmu,".
فرَضَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ
وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِىَ زَكَاةٌ
مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِىَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat
fithri untuk mensucikan orang yang berpuasa dari perkara yang sia-sia dan
perkataan kotor, sekaligus untuk memberikan makan untuk orang-orang miskin.
Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat ‘ied, maka itu adalah zakat yang
diterima. Namun, barangsiapa yang menunaikannya setelah salat ‘ied maka itu
hanya sekedar shodaqoh.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah. Dalam Shohih wa Dho’if
Sunan Abu Daud, Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini hasan)[1]
2.
Argumen Skunder
Perkataan Imam
Malik
Imam Malik mengatakan, “Tidak sah jika seseorang membayar
zakat fitri dengan mata uang apa pun. Tidak demikian yang diperintahkan Nabi.”
(Al-Mudawwanah Syahnun)
Imam Malik juga mengatakan, “Wajib menunaikan zakat fitri
senilai satu sha’ bahan makanan yang umum di negeri tersebut pada tahun itu
(tahun pembayaran zakat fitri).” (Ad-Din Al-Khash)
Perkataan Imam
Asy-Syafi’i
Imam Asy-Syafi’i mengatakan, “Penunaian zakat fitri wajib
dalam bentuk satu sha’ dari umumnya bahan makanan di negeri tersebut pada tahun
tersebut.” (Ad-Din Al-Khash)
Perkataan Imam
Ahmad
Al-Khiraqi mengatakan, “Siapa saja yang menunaikan zakat
menggunakan mata uang maka zakatnya tidak sah.” (Al-Mughni, Ibnu Qudamah)
Termasuk yang telah ditetapkan dalam masalah zakat fitri
adalah jenis, takaran, waktu pelaksanaan, dan tata cara pelaksanaan. Seseorang
tidak boleh mengeluarkan zakat fitri selain jenis yang telah ditetapkan,
sebagaimana tidak sah membayar zakat di luar waktu yang ditetapkan.
Imam Al Haramain Al Juwaini As Syafi’i mengatakan: “Bagi
Madzhab kami, sandaran yang dipahami bersama dalam masalah dalil, bahwa zakat
termasuk bentuk ibadah kepada Allah. Dan semua yang merupakan bentuk ibadah
maka pelaksanaannya adalah mengikuti perintah Allah.” Kemudian beliau membuat
permisalan: “Andaikan ada orang yang mengatakan kepada utusannya (wakilnya):
“‘Beli pakaian!’ sementara utusan ini tahu bahwa tujuan majikannya adalah
berdagang, kemudian utusan ini melihat ada barang yang lebih manfaat bagi
majikannya (dari pada pakaian), maka sang utusan ini tidak berhak menyelisihi
perintah majikannya. Meskipun dia melihat hal itu lebih manfaat dari pada apa
yang diperintahkan. (jika dalam masalah semacam ini saja wajib ditunaikan
sebagaimana amanah yang diberikan, pen.) maka apa yang Allah wajibkan melalui
perintahNya lebih layak untuk diikuti.”[2]
Harta yang ada di tangan kita semuanya adalah harta Allah.
Posisi manusia hanyalah sebagaimana wakil. Sementara wakil tidak berhak untuk
bertindak diluar yang diperintahkan. Jika Allah memerintahkan kita untuk
memberikan makanan kepada fakir miskin, namun kita selaku wakil justru
memberikan selain makanan, maka sikap ini termasuk di antara bentuk pelanggaran
yang layak untuk mendapatkan hukuman. Dalam masalah ibadah, termasuk zakat,
selayaknya kita kembalikan sepenuhnya kepada aturan Allah. Jangan sekali-sekali
melibatkan campur tangan akal dalam masalah ibadah. Karena kewajiban kita
adalah taat sepenuhnya.
Oleh karena itu, membayar zakat fitri dengan uang berarti
menyelisihi ajaran Allah dan RasulNya. Dan sebagaimana telah diketahui bersama,
menunaikan ibadah yang tidak sesuai dengan tuntunan Allah dan RasulNya adalah
ibadah yang tertolak.
Di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabat
radhiallahu ‘anhum sudah ada mata uang dinar dan dirham.
Namun yang beliau praktekan bersama para sahabat adalah
membayarkan zakat fitri menggunakan bahan makanan dan bukan menggunakan dinar
atau dirham. Padahal beliau adalah orang yang paling paham akan kebutuhan
umatnya, dan paling kasih sayang terhadap fakir miskin, bahkan paling kasih
sayang kepada seluruh umatnya.
An Nawawi mengatakan: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyebutkan beberapa bahan makanan yang harganya berbeda. Sedangkan beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan pembayaran zakat fitri untuk semua
jenis makanan sebanyak satu sha’. Maka ini menunjukkan bahwa yang dijadikan
acuan adalah ukuran sha’ bahan makanan dan tidak melihat harganya.” (Syarh
Muslim)[3]
Ibnul Qashar mengatakan: “Menggunakan mata uang adalah satu
hal yang tidak memiliki alasan. Karena harga kurma dan harga gandum itu
berbeda.” (Syarh Shahih Al Bukhari Ibn Batthal)
Penegasan Abu Sa’id: “Dulu di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam….” menunjukkan hukum dan ajaran yang disampaikan Abu Said statusnya
sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kerena kejadian yang
dilakukan para sahabat radhiallahu ‘anhu di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, lebih-lebih dalam masalah ibadah seperti zakat, dapat dipastikan bahwa
hal itu terjadi di bawah pengawasan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
persetujuan beliau. Demikian yang dijelaskan oleh Al Hafidz Ibn Hajar.
Kemudian Al Hafidz Ibn Hajar memberikan keterangan untuk
perkataan Abu Said Al Khudzri tersebut: “Semua bahan makanan yang disebutkan
dalam hadis Abu Said Al Khudzri, ketika cara membayarnya menggunakan ukuran
yang sama (yaitu semuanya satu sha’, pen.), sementara harga masing-masing
berbeda, ini menunjukkan bahwasanya yang menjadi prosedur zakat adalah
membayarkan seukuran tersebut (satu sha’) dari bahan makanan apapun.” [4]
Ringkasnya, tidak mungkin nilai uang untuk pembayaran zakat
bisa ditetapkan. Tidak ada yang bisa dijadikan sebagai ukuran standar. Karena
jenis bahan makanan yang ditetapkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bermacam-macam,
padahal harganya berbeda-beda, sementara ukurannya sama, yaitu satu sha’.
Benarlah apa yang dikatakan Ibnul Qosim Al Maliki: “Masing-masing penduduk
negri mengeluarkan zakatnya menggunakan bahan makanan yang umumnya digunakan.
Kurma adalah bahan makanan penduduk madinah, penduduk Mesir tidak mengeluarkan
zakat kecuali bur (gandum), sampai harga bur mahal kemudian bahan makanan yang
umum mereka pakai menjadi sya’ir (gandum kasar), dan boleh (untuk dijadikan
zakat) bagi mereka.” (Dinukil oleh Ibnu Batthal dalam Syarh Shahih Al Bukhari,
yang diambil dari kitab Al Mudawwanah)
3.
Analisis
Dengan demikian hokum membayar zakat fitrah menggunakan
dengan uang itu tidak diperboleh secara agama,dikarenakan pada zaman rasul
tidak pernah mempraktekan hal tersebut dan banyak para ulama’ yang cenderung
melarang zakat fitrah dengan uang.
Dalam hal ini, jika zakat fitrah dibayar dengan uang,
dikawatirkan terjadi keburukan misalnya uang tersebut tidak senilai dengan
harga makan tersebut, dan dikawatirkan manusia terbawa oleh hawa nafsunya
dengan menggunakan uang zakat fitrah tersebut digunakan untuk hal-hal yang
tidak di inginkan.
Dalam hal ini, jika menengok pada syarat mengeluarkan zakat
adalah sesuai dengan bahan makanan didaerah tersebut, jadi menggunakan zakat
fitrah dengan uang dapat dikategorikan menyeleweng dari ajaran NAbi Muhammad.
E.
KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa zakat fitrah yang diganti
dengan uang tidak diperbolehkan sebab Nabi Muhammad tidak pernah mengajarkan
kepada para sahatnya mengeluarkan zakat dengan uang akan tetapi Nabi Muhammad
mengajarkan kepada sahatnya dengan makanan
DAFTAR PUSTAKA
Amir
Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh (Bogor: Kencan.2003)
Hamid Abidin dan Kurniawati, Mensejahterakan Umat Dengan
Zakat ( Jakarta: Piramedia,2008)
Moh. As’udi dan Iwan Triyuwono, Akuntansi Syari’ah;
Memformulasikan Konsep Laba Dalam Konteks Metafora Zakat (Jakarta: Salemba
Empat. 2001)
[1] Amir
Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh (Bogor : Kencan.2003) hal 52
[2] Hamid
Abidin dan Kurniawati, Mensejahterakan Umat Dengan Zakat ( Jakarta : Piramedia,2008)
hal 90
[3] Moh.
As’udi dan Iwan Triyuwono, Akuntansi Syari’ah; Memformulasikan Konsep Laba
Dalam Konteks Metafora Zakat (Jakarta :
Salemba Empat. 2001) hal.39
[4] Ibid,
hal 39
Tidak ada komentar:
Posting Komentar